Meratapi Nasib Mahasiswa Semester 5

Farrel Fauzan Arvian
3 min readNov 14, 2019

--

Dan aku berjalan gontai menuju kelas itu, di mana aku akan dibantai habis-habisan oleh dosen yang bahkan tidak peduli dengan keadaanku

Menjalani sebuah miniatur kehidupan di dunia perkuliahaan tidaklah mudah. Saya ingat betul di zaman menjadi mahasiswa baru atau maba, hidup bagaikan burung lepas dari sangkar. Layaknya manusia tanpa kekang, saya bebas untuk melakukan apa saja. Namun waktu selalu punya cara untuk menampar, semester demi semester saya jalani seperti mengantongi banyak batu kali di seluruh selipiran jalan.

Berat. Sangat berat. Di awal dulu saya kuliah, hidup terlihat enak, uang ada, kebebasan seratus persen, tinggal kita pilih mau sibuk apa. Sekarang ? Aduh, uang tipis, kesibukan bertambah, juga mulai hilang teman satu persatu.

“Tugas semester lima udah kayak monyet”

Terpatri dalam sebuah instalasi seni di salah satu acara musik mahasiswa tempo hari, saya sangat setuju dengan diksi monyet untuk bersambat. Semua orang lelah, sisa kebun binatang dalam lidah.

Jujur saja, dahulu semua mudah. Tugas sedikit, teori semua, dosen jarang masuk, ditambah kewajiban organisasi yang masih sebutir beras. Kini semua saya yakin seperti menarik narik tangan, kaki, kepala untuk dikerjakan bersama-sama, tanpa boleh ada yang lewat-lewat.

“Halah, lebay deh loe… semester tujuh lebih capek dari ini!”

Tau kok. Tapi begini ya mas, mbak, semua orang punya titik lelah, titik jenuh, yang mana bisa bikin demotivasi bawaan pengen demis cepet, tapi nggak bisa. Mungkin beberapa dari kita udah cukup dewasa untuk menyikapi masalah ini, tapi yang lain? Hey, kami masih butuh bimbingan!

Saya yakin, mahasiswa semester satu, tiga, lima, dan tujuh, semua punya bebannya masing-masing kok. Toh, ini juga dalam proses belajar demi menyelesaikan masalah yang nantinya lebih besar, ketika kita sudah terjun ke jurang dunia yang asli. Yang lebih kejam daripada lidah mertua, ceunah.

Sebenarnya nggak ada masalah kok untuk punya masalah dan sambat, yang jadi masalah adalah kalo masalah itu kamu besar-besarin demi attention dari orang-orang, jijik liatnya. Yang lebih geli lagi, ada orang-orang yang sok ikut campur masalah orang lain dan malahan bikin ruwet suasana hidup, kayak benang aja, buang sekalian hehe.

Sebenarnya menurut saya sendiri, ada beberapa sih yang mungkin bisa dilakuin untuk ngeringanin beban di semester lima. Misalnya sambat di medium kayak saya, atau mungkin ikutin filosofi ini,

“yaudalahya”

Simpel, satu kata, tapi sangat bermakna. Disini saya belajar untuk yaudahin semua masalah yang udah lewat dan yaudahin masalah yang on the way datang, yang penting kita enjoy, nanti juga selesai itu masalah.

Yaudalahya. Agak capek juga sambat di medium. Belum tentu menang awards buat tulisan sambat terbaik. Yang penting saya cukup lega bisa berbagi keluhan di media online, selain bikin tenang, bisa jadi media sharing juga buat kalian yang merasa hal hampir sama dengan saya.

Yaudalahya. Tulisan kilat setengah jam ini akhirnya selesai jam 3 subuh, dan lucunya bukannya saya ngerjain deadline kerjaan, malahan pilih untuk sambat. Intinya berbagi hehehe.

Yaudalahya. Kalo kalian udah sampe tulisan ini, berarti antara kalian gabut aja, atau malah ikut angguk angguk setuju sama tulisan saya. Eh tapi kalo kalian gelengan serempak pun tak apa, gaada masalah sama sekali karena yaudalahya.

Tulisan ini dibuat hanya untuk cerita semata. Jika ada yang kurang berkenan feel free to ask ya!

--

--

Farrel Fauzan Arvian
Farrel Fauzan Arvian

Written by Farrel Fauzan Arvian

Menulis adalah menuangkan ide pikiran, dan kadang, pikiran saya kusut dengan ide. Jadi inilah tulisan-tulisan saya, untuk menguntai apa yang kusut di kepala.

No responses yet