Kala Itu,
“ketika semua berubah, dan kau tarik dirimu untuk mengenalinya,”
Pernahkah kau tidak bisa tidur karena malammu begitu terganggu?
Pernahkah kau membuka galeri kenangan, potret penuh senyuman, menarik dirimu kembali ke masa itu?
Dulu, kala itu,
Aku adalah orang yang optimis. Berusaha mengambil peran penting untuk menyenangkan hati, mengais validasi, dari manusia lain.
Kala itu, 2018 adalah tahun gelora bagiku. Mulai merasakan arti kebebasan dengan tinggal sendirian di tanah Parahyangan, bertemu orang baru dengan ide baru, bertukar pikiran untuk mendapatkan ilmu atau sekadar atensi dari mereka.
Atensi!
Aku di tahun 2018 menginginkan itu. Aku tidak pernah punya. Serakah aku ingin miliki hai atensi.
Berjalanlah perlahan, dengan banyak duri-duri di perantauan, aku merasakan pahitnya berekspetasi kepada manusia lain.
Ku hancurkan simbol validasiku. Mereka pun, tak ada percaya lagi padaku.
Bulan demi bulan
Tahun 2019,
Aku tidak percaya apapun. Runtuh semua gelora semangat. Yang aku inginkan hanya pulang-pulang, ke tanah ibunda. Bak tamparan Tuhan teramat keras, 2019 ku jalani dengan bahtera yang rentan oleng dihantam pikiran.
Ingin aku kembali, kala itu, memperbaiki apa yang aku hancurkan. Kembali meminta-minta validasi dari mereka, yang sebenarnya tak peduli pula pada nasib ku.
Tapi kala itu sudah lalu,
Terkadang nasi bisa diubah jadi bubur yang gurih. Tak perlu menyesali nasi lembek. Ambil bumbu itu! Buatlah bubur Ayam. Karena walau terlambat, kau bisa ubah itu jadi lebih indah.
Kini, di 2020
Aku masih orang yang penuh penyesalan. Aku masih butuh banyak belajar. Tapi satu hal yang pasti,
Aku tak akan lelah untuk terus berjalan.
“penyesalan selalu datang di belakang, namun bukan berarti kamu tidak boleh menyambutnya dengan tangan terbuka.”