Jatinangor, oh… Jatinangor
Jatinangor, sebuah kota kecil di kawasan Sumedang yang berbatasan langsung dengan daerah wilayah ibukota priangan, yaitu Bandung. Terlihat seperti kota, nyatanya kawasan yang ditetapkan sebagai wilayah pendidikan di Jawa Barat ini hanya berupa kecamatan dengan beberapa wilayah desa di dalamnya. Mulai dari Cikeruh, Cibeusi, Cintamulya, Sayang, hingga Hegarmanah menjadi kesatuan dari Jatinangor ini.
Beberapa ahli berpendapat, bahwa Jatinangor merupakan bagian dari Bandung dikarenakan letaknya yang berada di cekungan Danau Purba Bandung. Tidak salah sih, namun secara de jure, kecamatan yang lebih akrab disebut sebagai Nangor ini masuk ke wilayah Sumedang. Membuat calon-calon mahasiswa yang akan tinggal di sana kecewa.
Menurut asal usul dari beberapa tulisan yang pernah saya baca, Nangor merupakan sebuah wilayah perkebunan milik seorang pria Belanda kaya. Wilayah perkebunan ini terbentang dari gapura “Selamat Datang di Kabupaten Sumedang”, hingga wilayah timur sebelum Tanjungsari. Pusatnya sendiri berada di sekitar Kampus ITB Jatinangor sekarang, di mana terletak menara pengawas tua, Menara Loji. Selain wilayah perkebunan semata, Jatinangor nyatanya pernah dilewati oleh jalur kereta arah Tanjungsari, yang digunakan sebagai alat transportasi serta alat pengangkut hasil perkebunan. Walau kini sudah tidak aktif, masih ada beberapa peninggalan yang menandakan hadirnya jalur kereta api ini, yaitu viaduct Ikopin serta jembatan fenomenal milik Jatinangor, Jembatan Cincin.
Ya, penulis tidak halu. Jembatan Cincin bisa dibilang cukup fenomenal di kalangan masyarakat Bandung, khususnya Bandung Timur. Jembatan ini pernah dijadikan lokasi syuting Jurnal Risa, sebuah serial horror YouTube karya Risa Saraswati. Jembatan Cincin memang memiliki aura tersendiri di malam hari, selain karena umurnya yang melampaui umur penulis, kisah-kisah horror seperti bunuh diri dan pembegalan juga terjadi di sana.
Mari mengenal sisi lain Jatinangor. Selain bangunan fenomenal, wilayah kota yang ‘sangat’ kecil ini juga populer di Bandung Timur karena layaknya Borma, segalanya ada di Nangor. Mulai dari toko buku, restoran mewah, barbershop, apartemen, serta Mall menjadi daya tarik tersendiri untuk mendatangkan masyarakat. Jatinangor Town Square misalnya, ikon yang biasa disebut sebagai Jatos ini menyediakan berbagai keperluan masyarakat, serta keinginan mahasiswa untuk makan mewah di awal bulan, karena berbagai merek makanan seperti Chatime, Yoshinoya, Hoka Bento, serta Richeese ada di Jatos. Selain Jatos salah satu ikon Nangor adalah Checo. Checo merupakan restoran terbilang mewah di Jatinangor dengan harga mahasiswa. Dengan branding nya sebagai “rumah kedua”, Checo berhasil menarik tubuh pelanggan untuk selalu datang pada malam minggu. Sampai sini jangan berpikir bahwa Jatinangor itu sangat classy dan mahal by the way, karena masih ada tempat-tempat makan dan interesting place yang tidak memakan biaya banyak. Contohnya adalah Hipotesa dengan menu andalan nasi telor jamur seharga 10 ribu, atau Munjul dengan nasi gorengnya. Adapula perpustakaan Batu Api jika pembaca ingin meminjam buku yang ‘cukup’ langka zaman sekarang.
Jatinangor sebagai sebuah wilayah, atau mungkin dimensi tersendiri memiliki berbagai keunikan di dalamnya. Selain ikon-ikon di atas, Jatinangor sebagai kawasan pendidikan memberikan aura yang berbeda dari daerah di sekitarnya. Kita bisa banyak belajar di sini, baik ketika berada di kelas maupun di luar, selalu ada pembelajaran hidup yang bisa dipetik di Nangor. Misalnya saja untuk penulis, belajar untuk mencuci muka setiap malam karena tahu besok paginya akan terpapar oleh debu-debu truk yang melewati Jalan Jatinangor.
Sebagai wilayah pendidikan, sudah sepatutnya Nangor menjadi daerah yang aman bagi seluruh penduduknya. Hal ini yang perlu disoroti oleh pemerintah Sumedang sebagai salah satu stakeholder di Jatinangor. Perlunya peningkatan mutu ekonomi serta infrastruktur dapat meningkatkan reputasi Jatinangor di mata masyarakat umum. Jatinangor harus menjadi tempat yang aman, nyaman, serta menyenangkan bagi mereka-mereka yang akan tinggal di sini. Memang penulis percaya, seperti apa yang dikatakan oleh akun anak.unpad, “Jatinangor, Kawasan Kecil Pencetak Orang-orang Besar”.
Tidak mau bertele-tele karena penulis mengetik semua ini ketika jam buka puasa, semoga tulisan ini bisa memberikan insight kepada siapapun pembaca nya untuk memahami sebenarnya bagaimana Jatinangor serta kehidupan di dalamnya. Akhir kata, terima kasih!!
p.s. Kalau kamu ingin tanya-tanya tentang Jatinangor, feel free to ask yaa!!