Going Offline: Cara Desi Anwar Mengapresiasi Hidup

Farrel Fauzan Arvian
3 min readFeb 26, 2023

--

Copyright by Endah from Fimela - https://www.fimela.com/lifestyle/read/4372008/ulasan-buku-going-offline-menemukan-jati-diri-di-dunia-penuh-distraksi

Perkembangan teknologi masa kini tidak terelakan perubahannya. Mungkin bisa kita ingat dulu, ketika internet pertama kali diperkenalkan di Barat, gawai yang dapat digunakan untuk mengakses pengetahuan dunia terbatas. Awalnya, gawai yang dapat kita gunakan berupa PC komputer berukuran besar, dengan berat mencapai berpuluh-puluh kilogram, dan kecepatan akses internet seadanya.

Namun sekarang, teknologi berakselerasi dengan amat cepat, lebih cepat dari lompatan cheetah yang berusaha menggengam mangsanya. Internet, gawai komunikasi dan alat untuk mengakses informasi punya ukuran yang masuk di kantong celana, bahkan saku depan kemeja kita.

Tetapi pada saat yang bersamaan, internet juga menyimpan beragam cerita negatif yang cukup mengerikan, layaknya pedang bermata pisau dua, ada putih, namun juga hitamnya. Tidak jarang kita melihat buruk dari pengaruh informasi internet yang beredar sangat cepat, seperti skandal artis, cancel culture, hingga berita kriminal & masalah sosial yang terus-menerus menerpa setiap hari.

Sejatinya manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam sendi-sendi kehidupannya, membutuhkan interaksi dan komunikasi. Apalagi dengan bantuan gawai yang semakin canggih, interaksi manusia seakan tidak ada habisnya, tanpa menyisakan ruang untuk kita berdiam, sekadar menikmati indahnya kehidupan pada masa sekarang, tanpa perlu melihat kenangan di masa lalu, dan memikirkan masa depan yang masih jadi misteri.

Melalui buku ‘Going Offline: Finding Yourself in the Age of Distraction’, Desi Anwar mengisahkan cerita dan pendapatnya tentang cara untuk mengapresiasi lebih banyak hidup kita, dan mengurangi distraksi yang mungkin terjadi karena harus terus-menerus ‘going online’ di internet. Buku ini patut dibaca oleh siapapun, yang merasa sudah lelah menghadapi arus informasi daring yang tak pernah surut, selalu menerpa seperti ombak Samudera Indonesia.

Buku setebal 200 lebih halaman ini tidak memerlukan pemahaman dasar untuk membacanya. Cukup luangkan waktu 30 menit hingga satu jam untuk membacanya, dan kamu akan mendapatkan banyak cerita darinya. Buku ini dibagi menjadi puluhan BAB pendek berkisar tiga sampai lima halaman, dan masing-masing memberikan kisahnya tentang cara mengapresiasi waktu ‘offline’ kita dan tidak terlalu merisaukan kehidupan virtual yang tak berkesudahan.

Dua pokok ide yang Desi Anwar munculkan pada buku ini adalah ‘mengapresiasi hidup’ dan ‘mengapresiasi diri sendiri’. Ia membuka buku dengan bagian mengapresiasi hidup melalui mendengarkan. Menegaskan kembali dan memberikan pertanyaan retoris yang menarik dikaji,

‘jadi sudah seberapa sering kita betul-betul mendengarkan, bukan sekadar merespon seseorang?’.

Sepanjang membaca buku, ia menyajikan berbagai cerita, tentang dirinya, tentang kenalannya, atau orang lain yang dapat kita maknai kisahnya. Tak jarang Desi Anwar juga memberikan kutipan-kutipan, tips, hingga visual yang indah untuk menyimbolkan setiap ceritanya. Sekali lagi, memang buku ini dibuat seringan mungkin tanpa harus pembacanya memahami istilah-istilah berat yang sering digunakan pada beberapa tipe buku self-improvement lain. Karena yang paling penting adalah tujuannya sendiri, untuk membagikan tulisan, cerita, dan memberikan inspirasi kepada orang lain untuk melakukan hal serupa.

Setidaknya ada beberapa pelajaran yang penulis bisa petik melalui buku ini. Misalnya adalah;

  1. Belajar untuk memperhatikan sesuatu lebih seksama, tidak perlu langsung meresponnya namun resapi dan maknai terlebih dahulu, sebelum memutuskan respon apa yang akan kita berikan.
  2. Manusia memiliki kekurangan, namun kekurangan itu adalah bagian dari diri kita, hal yang membedakan kita dengan manusia lain. Jadilah manusia seutuhnya yang menerima kekurangan diri, dan be our authentic selves.
  3. Untuk mengurangi beban panca indera kita dari berisiknya dunia, ‘go offline’, pergi ke alam, ke taman, atau manapun yang dirasa bisa mengembalikan kamu ke waktu sekarang.
  4. Masa lalu memang menyenangkan, tapi jangan terjebak di sana; begitu pula masa depan yang masih jadi misteri. Lakukan yang terbaik di masa kini dan tidak perlu ragu, masa depan akan baik-baik saja.
  5. Sisakan waktu untuk diri sendiri, hanya kamu yang bisa memberikan apresiasi dan disiplin untuk dirimu

Itulah beberapa cerita yang penulis bisa bagikan dari buku Desi Anwar ‘Going Offline: Finding Yourself in the Age of Distraction’. Buku ini patut diacungi jempol karena bahasannya yang menarik untuk penulis pribadi, ditambah dengan penggunaan bahasa yang menggelitik mata dengan permainan kata-katanya. Mungkin bias, namun penulis memang tertarik dan seringkali terinspirasi oleh Desi Anwar, sebagai jurnalis perempuan hebat di Indonesia, mungkin Desi Anwar bisa menjadi ‘Oprah Winfrey untuk Indonesia’ suatu saat nanti.

Dapatkan copy buku ini di toko buku (Gramedia) terdekat. It is worth to read!

--

--

Farrel Fauzan Arvian
Farrel Fauzan Arvian

Written by Farrel Fauzan Arvian

Menulis adalah menuangkan ide pikiran, dan kadang, pikiran saya kusut dengan ide. Jadi inilah tulisan-tulisan saya, untuk menguntai apa yang kusut di kepala.

No responses yet