Corporate Social Responsibility: Kini Bukan Sekadar Filantropi Semata

Farrel Fauzan Arvian
8 min readJun 15, 2022

--

Photo by Markus Winkler on Unsplash

Mengenal CSR dan Konsep yang Mendasarinya

Pernahkah kamu mendengar istilah CSR atau Tanggung Jawab Perusahaan? Mungkin dalam hidup, kamu pernah mendengar istilah tersebut sekali atau dua kali ketika membaca berita di media cetak maupun digital. Seringkali, CSR disebutkan sebagai bantuan atau pembiayaan yang diberikan perusahaan kepada masyarakat setempat. Titik. Itu saja.

Padahal, jika kita berbicara mengenai CSR yang ideal, justru konsep pendanaan atau bantuan yang ditawarkan perusahaan malah masuk sebagai jenis CSR paling tua dan so last year. Apalagi dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat modern, kini CSR dapat dikatakan bukan hanya filantropi semata.

Agar lebih paham, yuk kita telusuri dulu konsep dasar CSR. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau yang biasa dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah sebuah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal, serta memberikan kontribusi dalam rangka peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.

Selaras dengan definisi CSR menurut WBCSD tersebut, Holladay & Coombs (2011) mengatakan bahwa CSR adalah tidakan sukarela perusahaan untuk mengejar misi dan memenuhi kewajiban kepada pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk di dalamnya adalah karyawan, komunitas, lingkungan, dan masyarakat secara keseluruhan. Tanggung jawab ini, menurut Kotler & Lee (2005) fokus pada kontribusi perusahaan dengan sumber dayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan stakeholder (komunitas).

Dari tiga definisi tersebut, benang merah yang dapat kita tarik ada pada aspek (1)sumber daya perusahaan, (2)tindakan etis dan legal, (3)bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, ekonomi, sosial, dan lingkungan, (4)ditujukan untuk seluruh pemangku kepentingan perusahaan, internal dan eksternal. Jika kita untai benang merah tersebut, bisa kita simpulkan definisi CSR adalah,

“Tindakan etis dan legal perusahaan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pemangku kepentingannya, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun lingkungan, dengan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan.”

Menurut penelusuran berbagai ahli, istilah CSR sendiri mulai dikenal pada tahun 1953 oleh Howard Bowen (Bapak CSR) lewat bukunya “Social Responsibilities of Businessmen”, istilah ini kemudian populer pada tahun 1987 melalui buku “Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business” karya John Elkington. Elkington mengemas CSR dalam sebuah konsep yang disebut the triple bottom line atau 3P, terdiri dari (1)profit line (keuntungan), (2)planet line (lingkungan), dan (3)people line (sosial).

Perkembangan CSR Terkini

Seiring dengan perkembangannya, riset yang berkaitan dengan CSR memunculkan banyak inovasi terbaru, misalnya pembahasan tentang Piramida CSR Carroll (1979) serta kerangka kerja CSR Hohnen dan Potts (2007). Dari berbagai riset yang dilakukan oleh para ahli CSR tersebut, akhirnya pada tahun 2010 dunia internasional memperkenalkan ISO 26000, sebuah standar operasional dan norma pelaksanaan CSR organisasi dan perusahaan, termasuk yang terhimpun dalam Guidance on Social Responsibility.

Baca juga: Standar CSR di Indonesia Melalui ISO 26000

Menurut ISO Indonesia Center, standar CSR yang dituangkan dalam ISO 26000 dapat memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara (1)mengembangkan sebuah konsensus mengenai pengertian tanggung jawab sosial dan isunya, (2)menyediakan pedoman tentang penerjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif, dan (3) memilah praktik-praktik terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah salah satu aspek bisnis yang sangat berkembang pada abad ke-21 ini. Selain ditetapkannya ISO 26000 sebagai standar operasional CSR, salah satu faktor yang mendorong CSR untuk terus berkembang dan beradaptasi di tengah masyarakat adalah globalisasi.

Hal ini diungkapkan melalui tesis berjudul “Globalization’s Pressure on Stratety Towards CSR: A Case Study of Nike’s CSR Process” yang dibuat oleh Bianca Schonauer pada tahun 2018. Menurutnya, globalisasi merupakan salah satu faktor terbesar munculnya tekanan terhadap perusahaan untuk bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan kepada masyarakat. Maka itu, perusahaan dituntut untuk selalu beradaptasi dengan isu-isu yang muncul akibat adanya globalisasi tersebut (Schonauer, 2018).

Memasuki abad ke-21 ini, masalah yang umum terjadi di berbagai belahan negara adalah kemiskinan. Menurut Schonauer (2018), kemiskinan dunia telah menjadi “the most pressing challenges of the 21st century”, alias tantangan paling menekan pada abad ke-21 ini. Dengan hadirnya Sustainable Development Goals (SDGs) yang dibuat oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), target pertama yang harus dituntaskan adalah pengurangan angka kemiskinan di dunia.

CSR dianggap menjadi salah satu jawaban yang hadir untuk memberdayakan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan yang ada. Namun dalam praktiknya, perusahaan terkadang menjadikan CSR sebagai bahan filantropi semata, menjadi alat perusahaan untuk menjaga reputasinya. Artinya setelah publikasi naik cetak, perusahaan berhenti untuk membantu masyarakat. Padahal hal ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip CSR menurut David Crowther (2008) yang terdiri dari (1)Sustainability (keberlanjutan), (2)Accountability (keterbukaan dan bertanggung jawab), serta (3)Transparency (transparansi).

CSR Bukan Hanya Tentang Filantropi

Mungkin bagi para pebisnis, humas perusahaan, bahkan bagi para mahasiswa humas yang membaca tulisan ini sudah paham bahwa CSR jika dilakukan dengan baik bisa mendatangkan manfaat yang banyak kepada perusahaan dan stakeholder yang menjadi sasarannya, salah satunya dalam bentuk reputasi dan relasi terhadap pemangku kepentingan.

Terkadang tanpa persiapan yang matang, perusahaan secara asal menjalankan CSR tanpa memahami bagaimana idealnya implementasi CSR dilakukan. Contoh paling umumnya adalah filantropi perusahaan. Menurut Kotler dan Lee (2005), filantropi perusahaan atau corporate philanthropy adalah bentuk CSR tertua yang seringkali dilakukan oleh perusahaan. Konsepnya familiar mungkin di telinga pembaca, di mana perusahaan memberikan bantuan atau donasi finansial kepada sekelompok masyarakat, lalu dipublikasikan di media internal dan media eksternal yang dapat dijangkau, kemudian sudah, itu aja.

Padahal, perkembangan CSR sekarang tidak hanya berbicara tentang donasi, uang, sponsorship, atau biaya-biaya lainnya. Kini CSR berkembang sebagai bagian integral perusahaan dalam menjalankan bisnis legal yang etis. Kotler dan Lee (2005) sendiri mengatakan bahwasanya CSR memiliki beragam bentuk, sebagai berikut:

1. Cause Promotions

Yaitu jenis CSR yang menekankan peran perusahaan sebagai penyedia dana atau bentuk kontribusi lain dalam rangka meningkatkan kesadaran atau kepedulian terhadap sebuah isu sosial. Perusahaan dapat mengelola aktivitasnya sendiri, menjadi mitra utama, atau sponsor.

2. Cause-related Marketing

Perusahaan melakukan CSR dengan mendonasikan beberapa persen dari keuntungan penjualannya untuk mengatasi masalah sosial, biasanya melalui kegiatan pada produk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Biasanya ada kerja sama dengan organisasi nirlaba yang saling menguntungkan dan bagi perusahaan bertujuan meningkatkan angka penjualan.

3. Corporate Social Marketing

Perusahaan mengadakan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik. BIasanya dilakukan di bidang kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan dalam bentuk kampanye.

4. Corporate Philanthropy

Memberikan kontribusi secara langsung dalam kegiatan atau pengentasan isu sosial dengan bantuan berupa tunai atau pelayanan. Kini, jenis filantropi yang bisa dijadikan sebagai kontribusi tidak terbatas pada tunai saja, namun juga dalam bentuk lain.

5. Community Volunteering

Perusahaan mendorong karyawan dan mitra dalam ekosistemnya untuk menyediakan waktu luang untuk mendukung komunitas lokal dan menyelesaikan di sekitarnya.

6. Socially Responsible Business Practice

Melaksanakan praktik bisnis dan investasi yang mengatasi permasalahan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memelihara lingkungan.

Dari paparan Jenis-jenis CSR tersebut, kita bisa mengatakan bahwa sebenarnya program yang kemudian dijalankan perusahaan tidak hanya selalu dalam bentuk donasi. Untuk mempermudah perusahaan dalam menentukan jenis CSR yang akan dilakukan, Schonauer mengatakan bahwa perusahaan bisa menyesuaikan objective program CSR-nya dengan landskap yang dibangun McElhaney (2008) sebagai berikut.

Lanskap CSR menurut McElhaney (2008)

Sumber: Globalization’s Pressure on Strategy Towards CSR (2018) oleh B. Schonauer

Misalnya sebagai contoh, jika objective perusahaan adalah untuk memberikan kontribusi kepada komunitas, maka lanskap yang cocok digunakan ada pada bagian “community” yang menyasar masyarakat menggunakan strategi CSR berupa program volunteering. Contoh lainnya, jika CSR dijadikan aspek integral dalam setiap pengambilan keputusan bisnis perusahaan sebagai good governance, maka jenis CSR yang bisa dilakukan adalah Socially Responsible Business Practice, seperti yang dilakukan oleh The Body Shop.

Lalu, Bagaimana Mengembangkan CSR yang Ideal?

Sampai paragraf ini, mungkin pembaca sudah mulai punya gambaran tentang CSR yang sebenarnya bukan sebuah filantropi perusahaan semata. Ternyata, mempertimbangkan jenis CSR yang selaras dan cocok dengan kebutuhan perusahaan teramat penting, sehingga perusahaan dapat mewujudkan inisiatif yang baik.

Sebenarnya, faktor pendukung keberhasilan sebuah program CSR ada banyak. Selain dilihat dari sudut pandang jenis CSR-nya, kita juga harus mempertimbangkan bagaimana proses implementasi CSR dari perencanaan dan evaluasi agar tetap berjalan baik.

“Lalu bagaimana caranya?”

Tenang. Hohnen dan Potts (2007) bisa membantu kita untuk mengembangkan CSR perusahaan dengan lebih mudah lewat kerangka kerja atau framework CSR yang dituangkan dalam buku berjudul “Corporate Social Responsibility: An Implementation Guide for Business”.

Dalam buku tersebut, Hohnen (2007) mengemukakan terdapat beberapa tahapan untuk Mengimplementasikan sebuah komitmen CSR. Tahapan tersebut adalah (1)membuat asesmen, (2)mengembangkan strategi CSR, (3)mengembangkan komitmen CSR, (4)melaksanakan komitmen CSR, (5)melakukan pengecekan (verifikasi dan pelaporan), serta (6)melakukan evaluasi dan improvisasi.

Untuk mempermudah pembaca memahami kerangka kerja yang dibuat oleh Hohnen (2007), penulis merangkum beberapa tahapan tersebut menjadi sebuah to-do list yang dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu sebagai berikut:

1. Membuat tim khusus CSR yang terdiri dari beberapa level karyawan hingga top management yang dapat mengeksekusi dan meramu strategi bisnis terkait dengan CSR.

2. Melakukan analisis internal untuk memahami nilai perusahaan, budaya, visi, misi, dan segala aktivitas dan sumber daya perusahaan yang memiliki keterkaitan dengan CSR dan dapat dimanfaatkan untuk CSR perusahaan.

3. Melakukan analisis eksternal untuk memahami peraturan yang berlaku dan standar CSR yang dapat diadaptasi oleh perusahaan. Analisis juga bisa dilakukan untuk mengetahui bagaimana perusahaan lain melakukan CSR-nya.

4. Mengidentifikasi pemangku kepentingan yang terkait dan memastikan dalam setiap tahapan implementasinya, mereka diikutsertakan dan terlibat secara aktif.

5. Menentukan jenis CSR yang akan dilakukan, fokus, batasan, serta pendekatan yang akan dilakukan perusahaan.

6. Meramu sebuah komitmen dalam bentuk key message atau code of conduct yang dapat membantu perusahaan untuk mengkomunikasikan CSR-nya secara komprehensif.

Baca juga: Corporate Social Responsibility — An Implementation Guide for Business

7. Menentukan proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah (misalnya dalam bentuk hotline) yang mungkin terjadi ketika Implementasi CSR berlangsung.

8. Melibatkan karyawan lain dalam implementasi program CSR dan melakukan pelatihan bersama untuk menyaman persepsi tentang CSR yang dilakukan perusahaan.

9. Mengembangkan rencana komunikasi internal dan eksternal CSR. Jangan lupa untuk mempublikasikan segala bentuk komunikasi tersebut ke publik perusahaan (terutama dalam hal pelaporan kegiatan).

10. Menentukan aspek-aspek target dan performa yang hendak diukur dalam implementasi CSR perusahaan, kemudian melakukan pengukuran dan verifikasi, serta dan melaporkannya secara internal dan eksternal.

11. Mengevaluasi keseluruhan Implementasi CSR dan melakukan perbaikan untuk periode berikutnya.

Penutup: Pekerjaan Besar untuk Praktik CSR Kedepannya

Sesungguhnya praktik CSR yang selalu beradaptasi dari waktu ke waktu memberikan kita kesempatan untuk dapat berkontribusi dengan baik kepada masyarakat. Jika CSR dilakukan dengan baik, pastinya perusahaan juga akan mendapatkan keuntungan secara material maupun non-material.

Kesimpulannya di sini adalah CSR merupakan sebuah komitmen perusahaan yang terus berubah karena adanya globalisasi. Praktik filantropi yang sering terjadi pada masa lalu kini sudah usang dan dapat digantikan dengan praktik CSR lain yang lebih bermanfaat dan bernilai.

Walau terlihat sulit, sebenarnya CSR dapat dilakukan oleh segala jenis perusahaan. Melalui berbagai riset dan terobosan inovasi di bidang CSR yang sudah ada, pastinya akan memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk mengimplementasikan sebuah CSR. Hal yang paling penting di sini, bahwa value yang dibawa penting untuk ditanamkan, demi kebaikan masyarakat, serta kebaikan perusahaan.

Sumber Referensi

Carroll, A. B. 1991. The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward The Moral Management of Organizational Stakeholders. Business Horizons.

Crowther, David. 2008. Corporate Social Responsibility. Gulen Aras & Ventus Publishing Aps.

Hohnen. 2007. Corporate Social Responsibility An Implementation Guide for Business. International Institute for Sustainable Development, Winnipeg.

Holladay & Coombs. 2011. Managing Corporate Social Responsibility: A Communication Approach. John Wiley & Sons, New Jersey.

Kotler & Lee. 2005. Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause. John Wiley & Sons, New Jersey.

McElhaney, K.A. 2008. Just Good Business: The Strategic Guide to Aligning Corporate Responsibility and Brand. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers.

Schonauer, B. 2018. Globalization’s Pressure on Strategy Towards CSR. Johanes Kepler University. Linz, Austria.

--

--

Farrel Fauzan Arvian
Farrel Fauzan Arvian

Written by Farrel Fauzan Arvian

Menulis adalah menuangkan ide pikiran, dan kadang, pikiran saya kusut dengan ide. Jadi inilah tulisan-tulisan saya, untuk menguntai apa yang kusut di kepala.

No responses yet